LATAR BELAKANG.
Tidak dipungkiri bahwa Pilkada adalah suatu pristiwa politik, namun proses dan hasil Pilkada dapat pula dicapai melalui analisis mekanisme pasar dan pendekatan makro-mikro ekonomi. Mensukseskan Pilkada (KPUD) dan memenangkan Pilkada (kandidat Gubernur/Bupati/Walikota) membutuhkan analisis untung rugi dan kalkulasi ekonomi yang akurat yakni bagaimana mengurangi resiko-biaya sosio-ekonomi dan sosio-politik. Efisiensi penting dalam berbagai bidang baik dalam pelaksanaan Pilkada (KPU/Desk Pilkada) maupun cara memenangkan Pilkada (kandidat/ koalisi/non koalisi partai pendukung). Tim sukses kandidat Pilkada seharusnya berpikir strategik-efisien bagaimana mengurangi resiko dan meningkatkan keuntungan/manfaat (”to minimize risks and to maximizize profits”). Hal ini diperlukan agar Pilkada dapat dilaksanakan secara efisien bukan sekedar efektif dengan mengurangi beban (”economic burdens”) dibandingkan dengan manfaat politik (”political benefits”). Dua kerugian dan kemubaziran yang timbul pertama pelaksanaan Pilkada tidak dijalankan dengan efisien dan yang kedua biaya ekonomi dan ongkos politik dari kandidat Gubernur/Bupati/ Walikota akan semakin besar.
SURVEY.
Pilkada adalah proses demokrasi yang dapat diukur, dikalkulasi, dan diprediksi dalam proses maupun hasilnya.
Survei merupakan salah satu pendekatan penting dan lazim dilakukan untuk mengukur, mengkalkulasi, dan memprediksi bagaimana proses dan hasil pilkada yang akan berlangsung, terutama menyangkut peluang kandidat. Sudah masanya meraih kemenangan dalam pilkada berdasarkan data empirik, ilmiah, terukur, dan dapat diuji.
Sebagai salah satu aspek penting strategi pemenangan kandidat pilkada, survei bermanfaat untuk melakukan pemetaan kekuatan politik. Dalam hal ini, tim sukses semestinya membuat survei untuk: (1) memetakan posisi kandidat di mata masyarakat; (2) memetakan keinginan pemilih; (3) mendefinisikan mesin politik yang paling efektif digunakan sebagai vote getter; serta ( 4) mengetahui media yang paling efektif untuk kampanye.
Tim sukses harus mengandalkan survey untuk menentukan strategi pemenangan kandidat.
Untuk mengetahui bagaimana peta/sebaran dukungan dan preferensi pemilih terhadap kandidat berdasarkan aspek: wilayah, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, afiliasi keagamaan dan organisasi sosial, serta tingkat sosial-ekonomi.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat popularitas kandidat di masyarakat, baik pada masa pra-kampanye maupun pada masa kampanye menjelang pemilihan.
Melalui survei, tim sukses akan dapat memperkirakan seberapa besar dana yang diperlukan untuk membiayai kampanye.
Melalui survei tim sukses dapat mengemas pencitraan kandidat sesuai dengan ideal yang diharapkan pemilih dan dapat menggunakan media kampanye yang tepat.
Untuk mengidentifikasi isu-isu strategis yang berkembang di masyarakat sebagai bahan kampanye kandidat dan dapat menyusun program kampanye sesuai kehendak pemilih.
Untuk mengetahui besaran peluang atau probabilitas menang kandidat dalam pilkada.
Sarana ”sosialisasi” kandidat kepada masyarakat.
Survey perlu diadakan minimal 3 kali sebelum hari H pilkada dilakukan
Survey pertama, sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Sebab kandidat yang tahu situasi lebih cepat memiliki kemungkinan menang lebih besar. Survei pertama ini digunakan untuk mengukur modal dasar yang dimiliki kandidat dan mengukur harapan masa pemilih. Survei pertama dipakai sebagai dasar pencitraan kandidat, dan strategi pemasaran dan pemenangan kandidat.
Survey kedua diadakan 3-2 bulan setelah tim sukses bergerak memasarkan kandidat (berkampanye). Survei ini digunakan untuk mengetahui seberapa efektif strategi kampanye yang telah dilakukan.
Survey ketiga diadakan pada saat pelaksanaan kampanye pilkada. Survei ini digunakan untuk mengetahui seberapa efektif strategi kampanye dan upaya pemenangan yang telah dijalankan. Juga untuk menilai berapa kira-kira perolehan suara kandidat dalam pilkada nanti.
JARGON SINGKATAN NAMA CALON KANDIDAT
orang Indonesia lebih cepat mengenal kata atau merek yang terdiri dari dua suku kata. Mirip dengan strategi pembuatan merek yang menganjurkan menggunakan kata sederhana agar mudah diingat, mudah dibaca dan ditulis.
Lantas bagaimana dengan merek yang menggunakan lebih dari dua suku kata? Tentu saja tetap bisa sukses dipasar dengan menggunakan berbagai strategi. Yang pasti effort dan waktu yang digunakan akan berbeda. Sebagai contoh, YAMAHA yang baru saja sukses menjadi market leader di awal tahun ini setelah melewati masa yang cukup panjang menghadapi dominasi Honda.
Beberapa merek yang panjang menggunakan strategi singkatan agar lebih mudah dikenali dan diingat. Presiden Indonesia Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono disingkat SBY, merek Hawlett Packard disingkat HP, Studio 21 disingkat TO, Mc Donald dikenal dengan McD, Kentucky Fried Chicken menjadi KFC, jalan Botolempangan disingkat Botlem, Mal Ratu Indah menjadi MARI, Mal Panakkukang menjadi MP, PT. Telekomunikasi Indonesia dikenal dengan TELKOM, Excelcomindo disingkat XL, Ujungpandang Ekspress menjadi UPEKS dan lain sebagainya.
Tim Sukses Cagub telah memikirkan berbagai strategi untuk menguasai benak calon pemilih. Termasuk strategi pemilihan singkatan bagi nama calon untuk menjadi materi promosi. Konsep memasarkan Cagub adalah personal branding strategy. Karena nama Cagub juga sama dengan merek. Sehingga menjadi penting untuk mempelajari dan meng-implementasi-kan konsep personal branding ini. Perlu diingat bahwa dalam pemasaran, tiada lain bertujuan menciptakan persepsi terhadap merek untuk masuk ke benak pasar (mind share) hingga menguasai hati pemilih (heart share).
Mengapa heart share? Karena para pemilih kita adalah pasar yang rasional dan akan bertindak sesuai dengan hati nuraninya.
INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGI
pembahasan sekelumit tentang “kekuatan” Information and Communication Technology (ICT) terhadap sebuah kekuatan politik, khususnya tentang kampanye. Bisa jadi, hal ini bukan sesuatu yang baru. Pasalnya, pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1944 saja, Franklin D Roosevelt telah menggunakan teknologi yang cangih pada jamannya, yakni Radio, sebagai sarana untuk mensukseskan pemilihannya.
Di Indonesia saat ini berbagai inovasi dalam berkampanye sudah dilakukan. Berbagai strategi kampanye yang ada di luar negeri dicoba diterjemahkan dan diimplementasikan di Indonesia. Namun sayangnya, banyak pihak belum menggabungkan dan membangun sejumlah perangkat kampanye menjadi satu kesatuan. Melakukan sinergi antara item dan strategi kampanye modern dan tradisional sehingga terbentuk sistem yang cantik dan cerdas. Yang terjadi saat ini justru “perang” item kampanye konvensional. Seperti kaos, spanduk, baliho, stiker, dan lain-lain. Tidak hanya itu, kekuatan/konflik fisik pun mewarnai dan mencoreng nilai kampanye. Sesuatu yang sangat tidak diharapkan.
Jumlah daftar pemilih bagi kandidat bupati/walikota/gubenur tentu merupakan data yang sangat penting. Dari data inilah nantinya bisa dijadikan informasi. Dan dari informasi yang ada akan dibuat sebuah pemetaan. Yakni peta untuk mengetahui:
- yang menjadi kekuatan/pendukungnya
- yang kontra
- yang abstain
- yang mengambang
- yang ragu
- Dan lain-lain.
Pemanfaatan ICT, seperti SMS, Call Centre, Radio daerah dan Situs merupakan langkah awal untuk bisa menjaring loyalis, mengenalkan sang kandidat sekaligus melakukan pemetaan awal. Untuk SMS, khususnya di daerah yang penetrasi ponselnya sudah relatif tinggi, dengan melakukan “pancingan” berupa Kuis SMS (dengan tema yang mengarah pada sang kandidat, tanpa melakukan black campaign) yang berhadiah menarik, tentu data yang masuk menjadi point tersendiri bagi sang kandidat. Data inilah yang harus diolah menjadi informasi yang bisa merebut hati dan pikiran calon pemilih. Ini pula peluang/kesempatan sang kandidat untuk bisa menjadikan pertemuan maya menjadi pertemuan nyata.
Dengan mencermati aturan yang ada, tanpa melanggar ketentuan, bagaimana caranya SMS Broadcast dilakukan dengan pesan-pesan yang memikat calon pemilih. Atau dengan kata lain mulai melakukan soft campaign. Data no HP dari SMS Quis merupakan aset mahal bagi sang kandidat. Begitupun saat kampanye berlangsung, dibukanya kran untuk menyampaikan kritik, saran dan pendapat dari pemilih dan bagaimana sang kandidat bisa menanggapi secara simpatik merupakan bagian dari strategi kampanye yang perlu di cermati.
Bagi kandidat, penerapan ICT dalam masa pra kampanye dan saat kampanye, bahkan saat perhitungan suara (yang dilakukan oleh tim sukses dan loyalis) untuk menjaga akuntabilitas KPUD tentu merupakan point plus tersendiri. Dibukanya kran kritik, akan memberikan image terhadap kandidat bahwa dirinya siap dikritik dan siap mendengarkan. Sementara masukan/data masyarakat berupa kritik dan lainnya dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas kampanye. Memang benar, penetrasi ponsel tidaklah besar dibandingkan jumlah pemilih, Namun efek domino terhadap lingkungan sekitar inilah yang diharapkan mampu mendongkrak popularitasnya dan pada akhirnya memilih dirinya.
Lagi-lagi ini adalah cara jitu menangkap basah “pasar” potensial dalam melakukan pemetaan. Sehingga bisa diketahui mana yang harus konsentrasi kampanyenya lebih besar, mana yang tidak.
Begitupun dengan pemanfaatan teknologi call centre. Dengan dibukanya akses telepon gratis/bebas pulsa pada waktu-waktu tertentu sehingga ada komunikasi langsung antara calon pemilih dan sang kandidat, menjadikan peluang untuk bisa mengetahui isu-isu apa yang paling penting di daerah satu dengan yang lain. Inipun bisa dijadikan peluru dalam menyampaikan pesan-pesan yang “membumi” saat kampanye berlangsung. Bukan pesan umum yang ada di awang-awang yang susah untuk dicernah oleh calon pemilih. Lagi-lagi ini peluang untuk mencari pasar potensial loyalis. Fungsi yang sama pun berlaku bagi situs.
KOMUNIKASI MASSA.
Memposisikan media sebagai sebuah kekuatan vital, sebagaimana tergambar dalam hypodermic theory. Dengan anggapan bahwasannya massa itu bodoh, pasif dan bisa dimanipulasi, iklan gencar-gencaran di pasang sebagaimana pamplet, spanduk dan baligo di pasang dimana-mana.
Tetapi apapun praktek komunikasi massa yang dilakukan, figure yang tampil tetap menjadi bahan perhatian yang tidak akan pernah terlupakan. Karena elemen komunikasi massa tidak hanya media penyampaian informasi dan khalayak saja, tetapi juga figure alias komunikator sebagai aktor utama. Hal terakhir inilah yang mesti dicek kembali kelayakannya untuk dijadikan pilihan oleh masyarakat banyak.
Disinilah kemudian faktor kredibilitas menjadi rujukan. Kredibilitas yang merujuk langsung kepada kapasitas tekhnis, moral dan kepintaran sang kandidat. Secara teoritik kredibilitas memang bisa di design sedemikian rupa. Apalagi di zaman dimana komputer sudah menjadi kehidupan keseharian masyarakat.
Memakai tekhnik photo mutakhir, gambar yang garang bisa dimanipulasi. Hitam bisa jadi putih, hijau jadi merah,muka garang bisa jadi muka manis, muka dingin bisa jadi sangat friendly. Pada pilpres kemarin Tim sukses Amien Rais berusaha mati-matian untuk menghilangkan kesan muka licik pak Amien. Dan itu sukses setelah beberapa kali photo Amien Rais di bolak-balik oleh sebuah biro photographi di Jakarta.
Simbol sebagai kekuatan media massa, komponennya ada dua. Pertama kuantitas symbol itu disosialisasikan kepada masyarakat. Semakin massif symbol itu disosialisasikan di tengah masyarakat, maka semakin tinggi tingkat kemungkinan symbol itu merasuk kealam bawah sadar masyarakat pemilih dan menjadi pegangan di bilik suara. Kedua tingkat kedekatan symbol itu di tengah masyarakat. Semakin symbol itu menjadi keseharian kehidupan masyarakat, maka symbol itu akan sangat mungkin untuk menang. Misalnya, pada pilkada D.K.I. Jakarta kalau Fauzi Bowo dengan ciri kumisnya dapat diingat oleh para pemilih di bilik suara. Warna orange yang dipakai Adang sudah menjadi keseharian kehidupan masyarakat Jakarta. Sudah tersosialisasikan begitu massif sebelum pelaksanaan pilkada itu sendiri. Indikatornya bisa dilihat dari pendukung Persija, yang sudah menjadi maskot warga ibukota, juga warna identitas pemda Ibu kota sendiri.
STRATEGI TWO STEP COMMUNICATION
Pada jurusan lain strategi two step communication pun dilaksanakan baik dengan cara manipulatif maupun proses negosiasi politik yang elegant. secara manipulatif masing-masing calon memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan beberapa perkumpulan. Bahkan membuat komunitas bikin-bikinan dan menyatakan sebagai pendukungnya. Sehingga tidak aneh bila masa pilkada ini banyak organisasi yang tiba-tiba muncul dan menyatakan dukungan.
Secara elegan sejumlah prominent figure didekati dan diminta partisipasinya untuk mendukung masing-masing kandidat. Keuntungannya kesuksesan citra bahwasannya mendapat dukungan dari tokoh masyarakat juga bergeraknya komunitas dibawah bimbingan tokoh tersebut.
MEMAKAI JASA LEMBAGA STRATEGIC AND POLITICAL CONSULTING
Cara inilah mungkin yang paling mahal pada saat ini. Misalnya kita ambil dari pencitraan Soetrisno Bachir atau biasa disingkat S.B. dia memakai jasa lembaga strategic and political consulting profesional pertama di Indonesia yaitu Fox Indonesia .
Yang dimaksud professional disini dalam pengertian bisnis kampanye yang modern dan konsultan murni, penggarapannya mulai hulu hingga hilir. Mulai pencitraan, iklan, pemberitaan di media, kampanye, sampai strategi pemenangan suksesi.
Dalam pengerjaannya Fox Indonesia menggunakan sistem outsourching. Beberapa elemen dalam proses produksi diserahkan kepada profesional. Misalnya pemenangan pilkada diperlukan elemen survey. Untuk tugas itu, Fox Indonesia menyerahkan kepada LSI ( Lembaga Survei Indonesia ) milik Saiful Mudjani. Begitu juga dalam pembuatan iklan di televisi. Sampai-sampai melibatkan sutradara muda Ipang Wahid, urusan Fotografi dipercayakan pada fotografer kawakan Darwis Triadi. Bahkan sebentar lagi sutradara terkenal seperti Garin Nugroho akan bergabung dengan Fox Indonesia.
Puncak demokrasi adalah sebuah festival tempat berbagai komunitas masyarakat bisa bergabung dan menikmati kebebasan menuangkan kreasi, termasuk para seniman.
Untuk menunjang pekerjaan Fox Indonesia dibentuk beberapa divisi. Salah satunya yang paling krusial adalah divisi Think thank yang menggagas ide-ide dalam membangun citra tokoh dalam iklan. Termasuk pemilihan puisi Chairil Anwar dan ide memasang iklan di studio 21. Strateginya juga termasuk memasang iklan di Koran-koran utama, media luar ruang pemasangan baliho di seluruh Indonesia, dan roadshow ke berbagai daerah di Indonesia. Harga yang dipatok memang mahal, untuk iklan di televisi saja bisa mencapai 180 kali tayang dalam sehari dan ditayangkan di jam-jam utama atau prime time. Belum lagi iklan di radio dan TV lokal, maka dari itu diperlukan anggaran yang sangat besar untuk menggunakan jasa konsultan seperti Fox Indonesia.
KESIMPULAN.
Dari strategi diatas diharapkan selain efektif dan mengena, juga efisiensi biaya di perhitungkan. Selain itu waktu dan kesempatan juga diperhitungkan mengingat persaingan sesama kandidat semakin kompleks. Jika tim sukses telat mengambil langkah dan kalah dengan tim sukses calon kandidat lain jelas merugikan tim sukses ini. Selain ongkos biaya yang terbuang percuma, juga calon kandidat yang diperjuangkan akan menerima hujatan dari masyarakat yang membela kandidat lain, serta massa yang sebelumnya mendukung kandidat ini akan balik menghujat karena beralih mendukung kandidat lain. Dari strategi yang tertulis adalah suatu opsi yang harus juga diperhitungkan. Mengingat strategi tersebut juga tidak sedikit ongkos biaya yang dikeluarkan, dan mewajibkan tim sukses agar selalu berfikir efisien dan efektif dalam memperjuangkan kandidat.